Pagi yang Lega
Tempat ini kami pilih setelah puas mencari-cari penjual sarapan pagi di lokasi ini.
Sebelumnya, dari kejauhan kami sudah mengintip. Terlihat orang-orang dengan seragam merah asyik bersenda gurau sambil menghitung-hitung entah apa. Mereka adalah lelaki dengan rata-rata berperawakan besar dan berotot.
Sekarang kami sudah di kedai ini. Orang-orang berseragam merah yang tadi kami lihat dari kejauhan, sekarang tepat berada di depanku.
Di kursi-kursi panjang yang disediakan pemilik warung, sesekali mereka terlihat menekan-tekan tuts keypad smartphone masing-masing. Ada juga yang tampak sibuk merekap data di kertas setengah A4. Tapi ada juga yang berdiri, jingkrak-jingkrak tertawa dan asyik bersenda gurau.
Aku dan anak laki-lakiku, Azka, membelah kerumunan berseragam merah itu. Dengan berhati-hati dan dengan gaya berjalan yang ditegap-tegapkan aku nyelonong tanpa menegur satu pun dari gerombolan ini. Bukan takut, hanya tak ingin mengganggu keasyikan mereka bercengkrama.
Di dalam, seorang perempuan muda sudah menunggu dengan senyum sedikit ditahan. Ia berdiri di belakang etalase seperti kasir yang menunggu pembayaran.
Saat itu juga, anak sulungku lalu berujar setengah berteriak.
Kami pun mundur dari tempat pertemuan itu, dan memilih tempat duduk di kursi paling ujung.
Beberapa saat, seisi ruangan setengah terbuka ini menjadi hening. Lalu suasana kembali riuh oleh canda gurau khas warung kopi.
Seorang lelaki deri kerumunan berseragam merah itu kembali beraksi. Aku perhatikan sesekali ia menggoda perempuan yang tadi aku hampiri, dengan candaannya.
Sejurus kemudian, anakku yang memang mewarisi bakat ingin selalu jadi perhatian (entah dari siapa), mulai pasang gaya.
Awalnya dia bernyanyi. Lagunya bertema reliji, yang ia karang sendiri
Lalu dia mulai mengeja tulisan putih yang terpampang di depan kami. Latarnya warna merah pudar.
"N-A, na, Z-I, zi, C-O, co.."
Aku pun membetulkan ejaannya.
Bukan co, tapi go. Kataku.
Ia pun lalu mengulang, "Na-Zi-Go-Reng".
"Bukan nazi, tapi nasi," kataku menyusul.
Oooh.. katanya paham.
Akupun tertawa, sedikit ditahan.
Azka, anakku melanjutkan ejaannya.
Ia membaca tulisan di belakang seragam merah. Kerumunan itu pelan-pelan bubar. Satu satu mereka pergi.
"C-O, co, C-A, ca, C-O, co, L-A, la"
Suara anakku mengudara diiringi kepergian gerombolan seragam merah yang sedari tadi memenuhi kedai.
Sementara, aku tetap bergeming. Menyelesaikan isian dari web aplikasi yang aku buka sejak 3 menit lalu, adalah hajat besarku saat ini yang harus segera ditunaikan.
3 menit kemudian semuanya selesai. Akupun menarik nafas, lega.
Tidak ada komentar
Tulis komentar sahabat di sini...