Bunga yang Melepas (Perginya) Ahok, Bukanlah Bunga yang Menyambut (Datangnya) Anies

ahok

Seandainya yang mengantarkan Ahok meletakkan jabatannya, dan yang menyambut Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta yang baru adalah karangan bunga yanga sama, mungkin pisah sambut pejabat yang diusulkan setingkat Menteri itu tak akan se-kontroversial ini.


Tapi, semua sudah heboh di lini masa. Gara-gara bunga.Akhirnya, seperti terlihat perang bunga.


Pada April lalu, setelah pasangan Badja (Ahok-Jarot) dipastikan tersingkir oleh penantangnya, Anies-Sandi, dalam perlombaan 'rebut-rebutan kursi', karangan bunga mulai berdatangan memenuhi Balai Kota.


Ribuan karangan bunga (diberitakan di liputan6.com, Rabu 26/5) dikirim sebagai pembalas kemenangan Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahuddin Uno atas Basuki “Ahok” T. Purnama - Djarot Saiful Hidayat. Pada Pilgub putaran kedua itu jarak perolehan suara kedua calon cukup signifikan, lebih dari 10 persen.


Saya tidak hendak mengajak anda mengingat-ingat kembali kontestasi yang menyedot energi bangsa tersebut. Kita simpan saja di rak memori masing-masing soal drama persaiangan kalah dan menang yang seperti tak ada ujungnya itu. Abaikan juga sementara, persoalan hukum yang mengantarkan Ahok menginap di Mako Brimob.


Kita fokus saja dengan karangan bunga, yang dikirim sebagian warga ke Balai Kota. Baik itu dikirim oleh yang mendefenisikan diri mereka pendukung Ahok-Djarot, maupun kiriman dari pengagum Anies-Sandi.


Di penghujung masa jabatan Djarot yang melanjutkan sisa tugas Ahok, untuk kemudian akan digantikan Anies, dua versi karangan bunga bergiliran menghiasi seputaran Balai kota.


Setelah sebelumnya hanya dipenuhi karangan bunga untuk Ahok-Djarot, papan ucapan untuk Anies-Sandi menyusul datang ke gedung yang dibangun sekira abad ke-19 itu. Karangan bunga untuk Gubernur baru, ramai dipajang seiring dibersihkannya karangan bunga Ahok-Djarot.


Pada April lalu, karangan bunga untuk Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta waktu itu, Basuki Tjahaya Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dipindahkan dari Balai Kota ke kawasan Monumen Nasional (Monas). Laporan Kompas.com pada tanggal 27 April menuliskan bagaimana pasukan oranye berasal dari petugas harian lepas (PHL) Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Pusat bolak-balik balai kota-monas, bekerja sama mengangkut karangan bunga.


Pada detik-detik akhir jabatan Ahok-Djarot, kehebohan serupa tidak terjadi. Karangan bunga untuk keduanya di Balai Kota, sudah dibersihkan pada Minggu (15/10/2017). Semua karangan bunga itu diangkut begitu saja.


Sebuah tenda dan papan kayu digelar di lapangan tersebut untuk digunakan sebagai panggung acara esok harinya. Seiring itu beberapa karangan bunga untuk Anies-Sandi berdatangan. Ia dikirim oleh mantan polisiti PDI-P Boy Sadikin, Ketua MPW Pemuda Pancasila DKI Thariq Mahmud, Ketua BPW KKSS DKI Jakarta Samsul Zakaria, dan beberapa bank.


"Selamat menjalankan tugas Bapak Anies Baswedan & Bapak Sandiaga Uno," tulisan di karangan bunga dari Boy Sadikin.


Singkatnya, banyak karangan bunga memuat pesan yang kurang lebih sama. Mereka ucapkan selamat pada Gubernur-Wakil Gubernur baru (menyambut) dan tidak disertai ucapan terima kasih (melepas) Gubernur-Wakil Gubernur yang lama. Begitu pula sebaliknya. Karangan bunga yang secara khusus ditujukan untuk Ahok, tidak memuat ucapan kepada Anies-Sandi sebagai penggantinya.


Baca juga: Nol nol


Padahal, “Masa kampanye sudah selesai,” ujar Djarot dalam acara “Kaleidoskop dan Terima Kasih Gubernur 2012-2017” yang dimeriahkan dengan berbagai hiburan, Minggu (15/10). “dua jari ini akan berubah menjadi salam damai,” sambung dia.


Di acara kaleidoskop yang bertajuk, “Kami Gak Lupa!” panitia sampaikan para relawan datang dari berbagai kalangan. Sesuai dengan tajuknya, tentu saja acara ini secara khusus dibuat untuk mengingat sumbangsih yang sudah diberikan Ahok-Djarot. Ia juga dipersembahkan untuk mantan Gubernur DKI Joko “Jokowi” Widodo yang kemudian terpilih menjadi Presiden RI.


Baik dalam karangan bunga, maupun pada acara-acara yang sengaja digelar untuk 'memeriahkan' habisnya masa pemerintahan Ahok-Djarot, ia tidak disandingkan fakta selanjutnya: bahwa kedua pemimpin ini akan digantikan Gubernur-Wakil Gubernur baru, yang (juga) bekerja untuk “melunasi janji kemerdekaan”.


“Holong manjalak holong, holong manjalak domu. Begitu pepatah Batak mengatakan kasih sayang mencari kasih sayang, kasih sayang menciptakan persatuan. Ikatan yang kemarin sempat tercerai mari ikat kembali. Mari kita rajut kembali, mari kita kumpulkan energi yang terserang menjadi energi untuk membangun kota ini sama sama,” kata Anies R Baswedan dalam pidato perdananya sebagai Gubernur.


Dalam pidatonya Anies juga mengutip pepatah Aceh 'Cilaka rumah tanpa atap, cilaka kampung tanpa guyub'. “Persatuan dan keguyuban ini yang harus kita perjuangkan,” ujar Anies.


Di hari-hari menjelang pergantian Ahok-Djarot ke Anies-Sandi, persatuan itu tidak terlihat 'adanya'. Masyarakat justru dikesankan masih terbelah menjadi dua kutub dukungan yang berbeda—kalau tidak bertolak belakang. Terbelahnya dukungan kemudian terlihat dalam papan ucapan, mewujud dalam pesan karangan bunga.


Andaikata yang mengantarkan Ahok meletakkan jabatannya, dan yang menyambut Anies sebagai Gubernur DKI Jakarta yang baru adalah karangan bunga yanga sama, mungkin pisah sambut pejabat setingkat Menteri itu tak akan se-kontroversial ini. Nyatanya, itu dua (kelompok) bunga yang berbeda, namun sama-sama menjadi saksi terbelahnya warga Jakarta.


“Si tou timou tumou tou,” bunyi kearifan lokal dari Minahasa yang disematkan Anies dalam pidato perdananya.


“Manusia hidup untuk menghidupi orang lain.”

***

artkel ini sudah dimuat di kajanglako.com

Tidak ada komentar

Tulis komentar sahabat di sini...

Diberdayakan oleh Blogger.