Rasanya baru tempo hari keganasan virus corona menghebohkan
pembicaraan tentang China. Memang, sebelum Corona Virus Disease (Covid-19), hal
yang “berbau” China selalu seksi dan sensi dibicarakan di Indonesia.
Mari saya bantu flashback: akhir Januari 2020 lalu setelah
ditemukannya kasus corona, tenaga medis di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik
Rakyat Tiongkok (RRT/China), yang kontak langsung dengan pasien Covid-19, mulai
terinfeksi dan sakit.
Lalu berturut-turut, Taiwan dan Amerika Serikat melaporkan
kasus pertama corona di wilayahnya. Wabah corona kemudian juga menjangkiti negara-negara
lain, termasuk Jerman.
Di China sendiri, dengan semakin ganasnya wabah corona,
pemerintah RRT mengambil kebijakan semua transportasi di Wuhan dihentikan,
termasuk transportasi umum.
Saat itu pula, kasus corona di seluruh dunia disebut
mencapai angka 2.000 kasus, dan menyebabkan kematian 50 orang.
WHO sebagai
badan kesehatan dunia kemudian menyatakan mewabahnya corona sebagai situasi
darurat kesehatan global. Covid-19 sudah masuk kategori pandemi dan menghadapinya
perlu tindakan terkoordinir secara internasional.
Awal Februari, Kota Wuhan masih ditutup total. Corona makin
menggila. Semua provinsi di China daratan sudah melaporkan kasus Covid-19 ini.
Berita mengejutkan lainnya, seorang dokter yang disebut
sebaga orang pertama yang mengungkap kasus virus Corona ke publik, Li Wenliang,
diketahui meninggal dunia karena keganasan virus ini.
Hanya butuh waktu dua bulan, Covid-19
sudah menyebar dengan kecepatan yang tidak terduga hingga keluar negara China. Korea
Selatan, Iran dan Italia, berdasarkan data, menjadi negara yang paling parah
terpapar corona.
Selama dua bulan pula China
mengunci (lockdown) Kota Wuhan.
Namun, setelah mejalani masa lockdown sejak 23
Januari lalu, kini Ibukota Provinsi Hubei itu, sebagaimana diinfokan, sudah tidak ada lagi temuan
kasus baru dan China akan kembali membuka kota yang disebut menjadi awal
penyebaran virus corona tersebut. Selasa (24/3/20) Pemerintah Provinsi Hubei
mengatakan bahwa pembatasan perjalanan di ibu kota Wuhan akan dihapus mulai 8
April mendatang.
Lebih satu minggu sebelumnya, pertengahan
Maret lalu, video—boleh dibilang selebrasi—kemenangan Wuhan melawan ganasnya
Covid-19, sudah tersebar di sosial media. Terlihat sejumlah tenaga medis berbaris
dan secara berurutan membuka masker yang sebelumnya menempel, dan tersenyum, sebagai
tanda kemenangan melawan virus corona. Ini juga menunjukkan bahwa Wuhan sudah
bisa kendalikan Covid-19.
Awal Maret 2020, per tanggal 2, kita di Indonesia baru mendapat
pengumuman ditemukannya 2 kasus pertama positif Covid-19. Dua pertama ini lalu diikuti dua kasus pada
empat hari berikutnya.
Lalu bertambah jadi 6 kasus, 19, 27, 96. 117. Lalu 134. 172.
227. Dan mencapai 308 kasus per 19 Maret 2020.
Grafik perkembangan corona di Indonesia sangat cepat berubah. Kasus-kasus baru Covid-19 begitu cepat
bertambah, dengan tingkat kesembuhan yang tergolong kecil dan angka kematian
yang sangat tinggi.
Perkembangan kasus Covid-19 terus menunjukkan tren
meningkat. Terbaru, berdasarkan data kasus terkonfirmasi akumulatif dalam
situs resmi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (https://www.covid19.go.id/situasi-virus-corona/),
per tanggal 25 Maret 2020, sudah 790 kasus positif corona di Indonesia. Belum
sampai satu bulan, kasus positif corona bertambah berkali-kali lipat.
Akibat wabah corona, segala sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara kita ikut terdampak. Alat pelindung diri (APD) dari corona
hilang dari peredaran, dan dijual dengan harga sangat mahal. Ketersediaan bahan
pangan pokok, sudah mulai menjadi kekhawatiran di tengah masyarakat.
Pasar menjadi lesu, saham beberapa perusahaan anjlok. Rupiah melemah. Aktivitas jual beli sepi. Rutinitas pelayanan masyarakat menjadi terganggu dan
terhambat. Produksi pertanian menurun, dan hasil panen beberapa komoditi
menjadi sulit dijual. Corona bahkan sudah merenggut cukup banyak nyawa tenaga
medis, garda terdepan melawan virus ini.
Tidak itu saja, ternyata Corona juga mengubah orang
indonesia yang dulu saling membantu, sekarang malah saling curiga. Perawat yang
dari rumah sakit penyembuhan pasien corona keberadaannya ditolak, dicurigai
akan membawa malapetaka. Masih banyak lagi dampak dari perang terhadap pandemi ini.
Anggaplah ini perang. Covid-19 telah memporak-porandakan pertahanan
kita. Serangannya bahkan sampai ke lumbung persediaan pangan kita. Peralatan
rescue dan perobatan kita. Pemerintah juga sepertinya sudah kekurangan
logistik, hingga perlu membuka donasi dan menampung uluran tangan dari mana
saja.
Perang yang sudah tidak sebanding seperti ini, dengan musuh
tak kasat mata, tentu sangat sulit dimenangkan hanya dengan perlawanan
sekelompok pejuang. Sebagai bangsa yang dalam sejarah perjuangannya pernah sangat
kuat bersatu memerangi penjajah, sudah harus kembali menghidupkan semangat
persatuan itu lagi. Rasa memiliki bersama. Rasa senasib sepenanggungan.
Rasanya mustahil menang jika masing-masing kita masih mementingkan
ego pribadi. Mengutamakan kepentingan masing-masing.
Berbuat sekecil apapun untuk peperangan dan perjuangan
membasmi corona ini adalah hal yang seharusnya kita lakukan. Tidak ada waktu
lagi untuk besok, peperangan itu sekarang dan di sini.
Lantas apa yang bisa dilakukan? Pertama, Pemerintah (pusat
dan Daerah) tentu sudah harus terbuka. Tidak boleh lagi ada yang ditutup-tutupi.
Baik terkait kondisi sebenarnya dari penyebaran covid-19. Data pasien maupun lokasi
yang pernah didatangi dan kontak yang dilakukan positif corona. Lalu,
strateginya memerangi corona ini seperti apa, harus juga diketahui secara luas.
Juga perlu dipikirkan kebijakan tersebut terhadap ekonomi rakyat, terutama
rakyat yang rentan secara ekonomi, yang jumlahnya tidak sedikit itu.
Sebaliknya, kita sebagai rakyat harus lebih sadar diri.
Himbauan pemerintah agar wabah tidak meluas, mbok ya, diikuti. Jaga kebersihan, Self Isolation, Social distancing, Physical distancing.
Jangan keluar rumah jika tidak penting-penting amat. Ini
supaya virus corona tidak menyebar lebih luas lagi. Jangan pula kita ikut membantu
penyebarannya dengan menjadi carrier Covid-19 itu.
Tentu kita harus tetap terus saling mengingatkan dan menguatkan. Kita
bisa gunakan apa saja dalam perang tak kasat mata yang terbukti memakan banyak
korban ini. Kebersamaan dan kerjasama kita semoga cepat berbuah manis.
Saya pikir, saya yakin, dan saya rasa kita semua menunggu,
selebrasi kemenangan kita atas Covid-19 segera kita rayakan sebagaimana di
Wuhan, tempat asalnya pandemi ini.
Kita optimis, kita memenangkan pertarungan hebat ini, dan bisa
kembali hidup normal. Tentu saja dengan membawa kebersamaan yang hebat seperti
saat melawan corona. Semoga.
Tidak ada komentar
Tulis komentar sahabat di sini...