AI vs Hati; Masa Depan Penulis (2-habis)



Kekuatan

Dari sisi manusia atau penulis manusia tentu banyak keutamaan, namun ada beberapa yang dianggap paling dominan yang membedakannya dengan AI—sejatinya, manusia memang tak bisa dibandingkan dengan AI karena berbeda secara entitas.

Keenam AI sebagaimana disebutkan di awal, setidaknya menyepakati bahwa, tulisan yang dibuat manusia memiliki gaya bahasa yang khas, sangat personal dan unik. Tulisan manusia memiliki emosi dan mencerminkan empati yang mendalam. Karena memiliki kemampuan reflektif dan kontemplatif, dan lebih peka serta paham konteks budaya dan nilai-nilai lokal. Tulisan yang dibuat murni oleh manusia unggul dalam beberapa hal tersebut. Makanya, tulisan manusia lebih orisinil/otentik, kreatif, terasa memiliki empati dan kaya pengalaman.

Secara umum, keenam AI menyimpulkan bahwa tulisan yang dibuat manusia lebih memiliki emosi dan empati. Manusia mampu menciptakan tulisan yang benar-benar baru dan unik secara nuansa dan gaya, serta ide. Tulisan manusia lebih memahami dan peka terhadap realitas sosial dan budaya, juga nilai-nilai lokal yang dimiliki dan diyakini suatu masyarakat. Tulisan yang dibuat oleh manusia terasa lebih personal, unik, mewakili suara, keyakinan, dan pengalaman pribadi penulisnya. Ditambah lagi, manusia juga memiliki kemampuan berpikir kreatif, out of the box, dan bisa bertumbuh, berkembang, serta beradaptasi.

Sementara tulisan yang dibuat dengan AI, lebih unggul dalam hal kecepatan dan efisiensi. AI bisa memproduksi tulisan dalam waktu yang jauh lebih cepat dan secara kuantitas lebih besar atau banyak. Kualitas dan kuantitas produksi tulisan dengan AI tidak dipengaruhi oleh emosi—sebagaimana yang terjadi pada penulis manusia. Tulisan yang di-generate AI bahkan bisa diproduksi massal sampai skala tak terbatas (skalabilitas). AI juga unggul dalam database informasi yang tersedia di internet, sehingga bisa menulis dalam berbagai bahasa, dan kaya data. AI bisa dilatih menulis dengan berbagai gaya, menirukan gaya penulisan manusia, dan berbiaya rendah.

Kelemahan

Penulis manusia (tanpa AI) memiliki beberapa kelemahan, seperti: keterbatasan terkait kecepatan produksi dan produktivitas yang terbatas (lambat dan kuantitas terbatas). Manusia yang menulis purely menggunakan akal, budi, pikiran, dan hatinya, cenderung lebih lambat karena proses kreatif dan produksi yang memakan waktu relatif lama. Suasana hati, batin dan kondisi (fisik, kesehatan) penulis, sangat mempengaruhi konsistensi tulisan, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Tulisan manusia bisa saja terjebak pada subjektivitas yang dapat menyebabkan bias personal dan emosional. Ditambah lagi kesalahan seperti salah ketik, gramatikal, dan faktual, yang mencerminkan penulisnya sebagi manusia.

Dalam dunia industri, atau tulisan yang sudah dijadikan sebagai objek bisnis, tulisan manusia atau yang diproduksi oleh penulis manusia (tanpa AI), relatif lebih mahal. Karena menggunakan sumber daya manusia yang unik, otentik, dan memakan waktu yang relatif lama (kurang efisien).

Sementara AI jelas lemah dalam hal rasa. Bagaimanapun, AI adalah mesin. Artinya tulisan yang dibuat AI tidak memiliki emosi dan empati. Kalaupun dilatih, emosi yang ditampilkan terasa hambar dan tidak sesuai (kadang terasa aneh atau janggal).

Tulisan AI tidak otentik, tidak asli, bahkan berpotensi terjebak pada plagiarisme, karena menirukan tulisan berdasarkan data pelatihan dan database yang tersedia di internet. Sudah jelas, AI tidak memiliki kreativitas. Terbatas pada rekombinasi data training, pola, dan pengulangan.

Selain tidak memiliki emosi, tulisan dengan AI kurang mencerminkan konteks budaya (dangkal). Selain itu, juga ada risiko halusinasi sehingga menghasilkan informasi palsu dan tidak akurat. Tulisan AI terlalu general, gayanya kurang natural, dan tentu saja tidak otentik. Beberapa AI juga terbatas pada informasi dalam dataset training yang diberikan.


Baca juga: Si Kecil yang Besar dengan Anunya

Peluang

Peluang ke depan, manusia bisa borkolaborasi dengan AI (menggunakan AI sebagai tools) untuk meningkatkan efisiensi dalam menulis. Selain itu, manusia atau tulisan yang dibuat manusia (tanpa bantuan AI) berpeluang mengambil ceruk penulisan yang fokus pada karya sastra, jurnalistik mendalam seperti investigasi, catatan reflektif dan konten tulisan yang memerlukan empati, sentuhan emosional khas manusia. Penulis (manusia) juga memiliki peluang dalam membangun personal branding dengan identitas unik yang tidak bisa ditiru AI. Manusia lebih unggul dalam menciptakan koneksi emosional yang mendalam dengan pembaca atau audiensnya. Tulisan asli, dengan sentuhan jiwa yang dilekatkan penulisnya, bisa sangat menggetarkan dan menggerakkan bagi pembacanya.

Sementara AI, bisa digunakan untuk memproduksi tulisan dalam skala besar, konten repetitif dan instruksional. AI juga bisa digunakan sebagai asisten riset, asisten kreatif yang bisa membantu dalam brainstorming ide. AI juga sangat tepat untuk konten personalisasi massal seperti email mareketing, dan konten SEO-friendly.

Ancaman

Selain peluang, kehadiran AI juga bisa menjadi ancaman bagi penulis manusia (tanpa AI). Karena efisiensi produksi tulisan dengan AI, manusia berisiko terpinggirkan dalam industri penulisan, konten, yang lebih mengutamakan kecepatan dan kuantitas—alih-alih kedalaman dan rasa. Perubahan dan kemajuan teknologi juga menuntut (mengharapkan) manusia mengadopsi teknologi untuk meningkatkan produktivitas. Tulisan yang dibuat manusia juga bisa mengalami devaluasi, karena permintaan terhadap konten atau tulisan lebih mengutamakan kuantitas dan yang bisa diproduksi massal oleh mesin AI. Ditambah pula, fakta bahwa generasi muda saat ini lebih familiar dengan AI, dan cenderung lebih memilih menghasilkan tulisan bergantung pada kemudahan yang diberikan tools tersebut, dibandingkan harus kerja keras dalam mengasah akal, kreativitas, dan rasa, dalam menulis.

Produksi tulisan dengan AI semata bisa menyebabkan homogenisasi tulisan yang massif, potensi plagiarisme dan etika yang semakin terpinggirkan. Ketergantungan berlebihan terhadap AI bisa menggerus kemampuan manusia dalam menghasilkan karya yang otentik. Selain itu, konsumsi energi berlebih oleh data center AI bisa menjadi ancaman tersendiri bagi lingkungan.

Namun, masa depan penulis, bukanlah pertentangan manusia melawan robot (mesin, teknologi), atau tulisan dengan Hati vs AI. Jalan tengah bagi penulis untuk terus hidup dan berkarya di era dengan kecanggihan teknologi seperti saat ini adalah kolaborasi Hati dengan AI. Penulis mesti memanfaatkan AI secara bijak dan beretika, tanpa harus kehilangan jiwa dan rasa, unsur emosi yang menunjukkan bahwa yang menulis adalah manusia. Sehingga tulisan tetap kaya dan tidak kering, bisa mengimbangi kemajuan zaman dan memenuhi tuntutan deadline. Itu!


Bag 1: AI vs Hati

Tidak ada komentar

Tulis komentar sahabat di sini...

Diberdayakan oleh Blogger.