Kekuatan
Dari sisi manusia atau penulis manusia tentu banyak
keutamaan, namun ada beberapa yang dianggap paling dominan yang membedakannya
dengan AI—sejatinya, manusia memang tak bisa dibandingkan dengan AI karena
berbeda secara entitas.
Keenam AI sebagaimana disebutkan di awal, setidaknya
menyepakati bahwa, tulisan yang dibuat manusia memiliki gaya bahasa yang khas,
sangat personal dan unik. Tulisan manusia memiliki emosi dan mencerminkan empati
yang mendalam. Karena memiliki kemampuan reflektif dan kontemplatif, dan lebih
peka serta paham konteks budaya dan nilai-nilai lokal. Tulisan yang
dibuat murni oleh manusia unggul dalam beberapa hal tersebut. Makanya, tulisan
manusia lebih orisinil/otentik, kreatif, terasa memiliki empati dan kaya pengalaman.
Secara umum, keenam AI menyimpulkan bahwa tulisan yang
dibuat manusia lebih memiliki emosi dan empati. Manusia mampu menciptakan tulisan
yang benar-benar baru dan unik secara nuansa dan gaya, serta ide. Tulisan
manusia lebih memahami dan peka terhadap realitas sosial dan budaya, juga
nilai-nilai lokal yang dimiliki dan diyakini suatu masyarakat. Tulisan yang
dibuat oleh manusia terasa lebih personal, unik, mewakili suara, keyakinan, dan
pengalaman pribadi penulisnya. Ditambah lagi,
manusia juga memiliki kemampuan berpikir kreatif, out of the box, dan
bisa bertumbuh, berkembang, serta beradaptasi.
Sementara
tulisan yang dibuat dengan AI, lebih unggul dalam hal kecepatan dan efisiensi.
AI bisa memproduksi tulisan dalam waktu yang jauh lebih cepat dan secara
kuantitas lebih besar atau banyak. Kualitas dan kuantitas produksi tulisan dengan
AI tidak dipengaruhi oleh emosi—sebagaimana yang terjadi pada penulis manusia. Tulisan
yang di-generate AI bahkan bisa diproduksi massal sampai skala tak
terbatas (skalabilitas). AI juga unggul dalam database informasi yang tersedia
di internet, sehingga bisa menulis dalam berbagai bahasa, dan kaya data. AI
bisa dilatih menulis dengan berbagai gaya, menirukan gaya penulisan manusia, dan
berbiaya rendah.
Kelemahan
Penulis manusia (tanpa AI) memiliki beberapa kelemahan,
seperti: keterbatasan terkait kecepatan produksi dan produktivitas yang
terbatas (lambat dan kuantitas terbatas). Manusia yang menulis purely menggunakan
akal, budi, pikiran, dan hatinya, cenderung lebih lambat karena proses kreatif
dan produksi yang memakan waktu relatif lama. Suasana hati, batin dan kondisi
(fisik, kesehatan) penulis, sangat mempengaruhi konsistensi tulisan, baik
secara kualitas maupun kuantitas.
Tulisan manusia bisa saja terjebak pada subjektivitas
yang dapat menyebabkan bias personal dan emosional. Ditambah lagi kesalahan
seperti salah ketik, gramatikal, dan faktual, yang mencerminkan penulisnya
sebagi manusia.
Dalam dunia industri, atau tulisan yang sudah dijadikan
sebagai objek bisnis, tulisan manusia atau yang diproduksi oleh penulis manusia
(tanpa AI), relatif lebih mahal. Karena menggunakan sumber daya manusia yang
unik, otentik, dan memakan waktu yang relatif lama (kurang efisien).
Sementara AI jelas lemah dalam hal rasa. Bagaimanapun, AI
adalah mesin. Artinya tulisan yang dibuat AI tidak memiliki emosi dan empati.
Kalaupun dilatih, emosi yang ditampilkan terasa hambar dan tidak sesuai (kadang terasa aneh atau janggal).
Tulisan AI tidak otentik, tidak asli, bahkan berpotensi terjebak
pada plagiarisme, karena menirukan tulisan berdasarkan data pelatihan dan
database yang tersedia di internet. Sudah
jelas, AI tidak memiliki kreativitas. Terbatas pada rekombinasi data training,
pola, dan pengulangan.
Selain tidak memiliki emosi, tulisan dengan AI kurang
mencerminkan konteks budaya (dangkal). Selain itu, juga ada risiko halusinasi
sehingga menghasilkan informasi palsu dan tidak akurat. Tulisan AI terlalu
general, gayanya kurang natural, dan tentu saja tidak otentik. Beberapa AI juga
terbatas pada informasi dalam dataset training yang diberikan.
Baca juga: Si Kecil yang Besar dengan Anunya
Peluang
Peluang ke depan, manusia bisa borkolaborasi dengan AI
(menggunakan AI sebagai tools) untuk meningkatkan efisiensi dalam
menulis. Selain itu, manusia atau tulisan yang dibuat manusia (tanpa bantuan
AI) berpeluang mengambil ceruk penulisan yang fokus pada karya sastra,
jurnalistik mendalam seperti investigasi, catatan reflektif dan konten tulisan
yang memerlukan empati, sentuhan emosional khas manusia. Penulis (manusia) juga
memiliki peluang dalam membangun personal branding dengan identitas unik yang
tidak bisa ditiru AI. Manusia lebih unggul dalam menciptakan koneksi emosional
yang mendalam dengan pembaca atau audiensnya. Tulisan asli, dengan sentuhan
jiwa yang dilekatkan penulisnya, bisa sangat menggetarkan dan menggerakkan bagi
pembacanya.
Sementara AI, bisa digunakan untuk memproduksi tulisan
dalam skala besar, konten repetitif dan instruksional. AI juga bisa digunakan
sebagai asisten riset, asisten kreatif yang bisa membantu dalam brainstorming
ide. AI juga sangat tepat untuk konten personalisasi massal seperti email
mareketing, dan konten SEO-friendly.
Ancaman
Selain peluang, kehadiran AI juga bisa menjadi ancaman
bagi penulis manusia (tanpa AI). Karena efisiensi produksi tulisan dengan AI,
manusia berisiko terpinggirkan dalam industri penulisan, konten, yang lebih
mengutamakan kecepatan dan kuantitas—alih-alih kedalaman dan rasa. Perubahan dan
kemajuan teknologi juga menuntut (mengharapkan) manusia mengadopsi teknologi
untuk meningkatkan produktivitas. Tulisan yang dibuat manusia juga bisa
mengalami devaluasi, karena permintaan terhadap konten atau tulisan lebih mengutamakan
kuantitas dan yang bisa diproduksi massal oleh mesin AI. Ditambah pula, fakta bahwa generasi muda saat ini lebih familiar dengan AI, dan cenderung lebih memilih menghasilkan tulisan bergantung pada kemudahan yang diberikan tools tersebut,
dibandingkan harus kerja keras dalam mengasah akal, kreativitas, dan rasa, dalam menulis.
Produksi tulisan dengan AI semata bisa menyebabkan homogenisasi
tulisan yang massif, potensi plagiarisme dan etika yang semakin terpinggirkan.
Ketergantungan berlebihan terhadap AI bisa menggerus kemampuan manusia dalam
menghasilkan karya yang otentik. Selain itu, konsumsi energi berlebih oleh data
center AI bisa menjadi ancaman tersendiri bagi lingkungan.
Namun, masa depan penulis, bukanlah pertentangan
manusia melawan robot (mesin, teknologi), atau tulisan dengan Hati vs AI. Jalan tengah bagi penulis untuk terus hidup dan berkarya di era dengan kecanggihan teknologi seperti saat ini adalah kolaborasi Hati dengan AI.
Penulis mesti memanfaatkan AI secara bijak dan beretika, tanpa harus kehilangan
jiwa dan rasa, unsur emosi yang menunjukkan bahwa yang menulis adalah manusia. Sehingga tulisan tetap kaya dan tidak kering, bisa mengimbangi kemajuan zaman dan memenuhi tuntutan deadline. Itu!
Bag 1: AI vs Hati
Tidak ada komentar
Tulis komentar sahabat di sini...