“Berkampung di Kelukup, Beradat ke Rimbo”, Sebuah Catatan Hutang
Kenapa hutang? dan hutang perihal apa? di catatan ini saya belum akan menjelaskannya lebih jauh.
Tapi, saya jelas bersyukur sekali, hutang itu dibayar lewat tawaran menulis buku—lebih tepatnya buku saku—seputar SAD yang bermukim di Dusun Dwi Karya Bhakti, Pelepat, Kabupaten Bungo, yang kemudian diberi judul “Berkampung di Kelukup, Beradat ke Rimbo”.
Adalah SSS Pundi Sumatera, NGO yang cukup konsen mendampingi SAD di sepanjang lintas Sumatera, yang memberikan kesempatan, dan bantuan tentu saja, untuk melunasi hutang tersebut.
Tentu, riset ke lapangan juga dilakukan. Saya bermalam di lokasi pemukiman SAD di Dusun/Kampung Kelukup, mereka mengidentifikasinya demikian. Bercakap-cakap santai hingga bincang serius bersama para tetua adat. Saya juga bertanya ke beberapa penduduk desa yang saya temui, tentang bagaimana persepsi mereka terhadap SAD di Dusun Dwi Karya Bhakti.
Pun saya membaur dalam pembicaraan warga SAD. Saya menggali bagaimana warga SAD melihat diri mereka, mengenal sejarah mereka, memegang kepercayaan dan adat istiadat yang diikuti bersama, dan harapan-harapan mereka. Terkait harapan SAD, memang tidak dimunculkan dalam buku ini, karena memang tujuan penulisannya bukan diarahkan ke situ. Soal harapan-harapan, itulah yang saya pikir telah dan tengah digali dan difasilitasi oleh tim dari Pundi Sumatera.
Secara umum, sebagian besar informasi dalam buku memang didapatkan dari objek yang hendak ditulis. Meski begitu, saya tetap melakukan crosscheck dan konfirmasi ke beberapa sumber di luar SAD. Saya berupaya senetral dan senatural mungkin dalam meramu informasi yang diperoleh, sehingga menjadi suatu catatan berharga yang layak muat di dalam buku. Dan membuatnya sederhana, bisa dinikmati sebagai bacaan ringan pengantar tidur.
Satu lagi hutang telah lunas, saatnya bersiap-siap untuk melunasi hutang (hidup) lainnya.
*_*
Catatan kesan penyedia proyek:
“Penyusunan buku ‘Berkampung di Kelukup, Beradat ke Rimbo’ oleh Jhoni Imron terbilang cukup singkat untuk pendokumentasian sebuah pengetahuan yang dimulai dengan riset kecil ke lapangan. Namun waktu yang singkat, tidak nampak dengan beragamnya data serta informasi yang mampu ia kumpulkan, lalu dituturkan secara jelas dan sederhana melalui tulisan. Sehingga buku ini dengan mudah dipahami pembaca, sebagaimana output yang diharapkan.
Berinteraksi secara langsung dengan Komunitas Suku Anak dalam (SAD) untuk menggali informasi budaya serta kisah kehidupan komunitas adat ini sebetulnya bukan hal yang mudah untuk seseorang yang belum pernah bersentuhan dengan komunitas tersebut. Tapi Jhoni Imron bisa menghadapi situasi itu, diterima dengan baik oleh komunitas pada lokasi risetnya dan secara efektif memanfaatkan waktu, sehingga buku ini bisa selesai tepat sesuai durasi kontrak penulisan yang disepakati. Ini tentu sebuah hal yang menggembirakan, karena buku ini pada akhirnya dapat kami launching sebelum dukungan proyek Program Peduli berakhir.
Penulis yang baik, tentu tidak hanya dapat dilihat dari kepiawaiannya dalam merangkai kata yang indah dan bermakna; namun juga ditunjukkan dengan seberapa besar upayanya dalam mencari tahu, mengenal, memahami dan mengapresiasi sumber-sumber pemilik data serta informasi yang bersentuhan dengannya di lapangan. Sehingga melalui tulisannya, sebagai pembaca kita juga dapat melihat, mendengar, merasakan dan menangkap kekuatan kisah yang berhasil ia rekam. Sebagai seorang penulis, Jhoni Imron memiliki kualitas itu…..”
Dewi Yunita Widiarti (Direktur Program Pundi Sumatera) |
mantap. tulisan menarik dan gampang di cerna, semoga bermanfaat bagi anak bangsa
BalasHapusTerima kasih, Bung. Semoga bermanfaat..
Hapus